Segarnya Rujak Kolam Sri Deli Medan
"Rujaknya Dik.. Mari mampir,"
seru Murni, pedagang rujak kolam di Taman Kolam Sri Deli, menyeru pada
pengendara sepeda motor yang melintas pelan.
Pengendara melengos
melajukan kendaraan. Namun tak berapa lama, pengendara lain parkir di
depan warung Rujak Gumarang, milik Murni.
Murni pun beringsut
menaikki bangku di bawah stelling. Dengan cekatan perempuan 41 tahun itu
mencampurkan cabai, garam, adonan kacang tanah dan gula merah.
Suaminya, Budi, memotong-motong buah segar. Aroma nanas, jambu air,
timun, dan mangga meruap bercampur dengan legitnya gula merah yang
meleleh. Budi pun menambahkan cita rasa kedondong, jambu klutuk, pepaya,
dan bengkuang.
"Kalau selera, bisa ditambah pir atau belimbing," ujar
Budi.
Sekejap potongan buah itu dicampur ke dalam adonan bumbu
pekat berwarna
cokelat di atas penggilingan batu yang kokoh. Adonan buah dan bumbu
diletakkan di piring ditaburi taburan kacang yang digiling kasar.
Budi
meletakkan sendok plastik dan menusukkan lidi di atas olahan buah yang
dijualnya Rp 12 ribu per porsi itu.
"Satu yang paling khas dari
Rujak Kolam ini adalah campuran pisang batu pada bumbunya. Pisang ini
membuat bumbu menjadi lebih kental," ungkap pria yang sudah menjalankan
usahanya selama 15 tahun ini.
Pisang batu bukan hanya membuat
bumbu rujak menjadi kental, namun juga sarat manfaat bagi si pemakan
rujak.
"Pisang batu ini obat sakit perut, cocok bagi penyuka rujak yang
suka bermasalah dengan perut," ujar Budi.
Pisang batu, menurut
Murni, kini banyak digunakan penjaja rujak lainnya. "Beberapa tukang
rujak Aceh yang saya tahu juga sudah menggunakan pisang batu, adonan
bumbu rujak memang jadi beda dengan campuran pisang ini," tandasnya.
Budi
dan Murni adalah generasi kedua yang
meneruskan roda usaha rujak Padang atau terkenal dengan rujak kolam di
Taman Kolam Sri Deli. Keluarga Murni yang asli Padang adalah satu di
antara keluarga pedagang Rujak Kolam. Ternyata, rujak di Padang
pun tak seperti rujak kolam buatan Murni dan Budi.
"Rujak di sana tak
pakai pisang batu, tapi pakai ubi rambat, rasanya pun tak seenak rujak
di sini,"ujarnya.
Kunci kelezatan rujak kolam menurutnya ada pada
campuran gula dan kacang tanah. Resep ini dikatakan Murni dimiliki oleh
seluruh pedagang Rujak Kolam yang didominasi para pedagang yang saling
terikat hubungan keluarga.
"Yang membedakan itu olahan tangan, tergantung siapa yang menggiling bumbunya, lain tangan lain rasanya," imbuh Murni.
Rujak
Padang, dari manapun asalnya, sudah menjadi kebanggaan kuliner Medan.
Tak sedikit yang menyukainya. Murni dan Budi punya pelanggan tersendiri.
Hal ini yang membuat mereka tidak merasa terganggu dengan keberadaan
pedagang-pedagang yang
masih baru. "Kami punya pelanggan masing-masing," ujar Murni.
Dan
warung rujak berukuran sekitar 4 x 5 meter itu pun tak susut pendatang.
Murni dan Budi bergantian melayani konsumennya. Setiap hari warung itu
buka dari pukul 08.00 hingga pukul 00.00. "Jarang sunyi, pas hujan pun
banyak yang cari," ujar Murni.
Enggan menyebutkan omzet, Murni
hanya bertutur tentang kesibukkannya belanja stok buah. "Kadang mau juga
dua kali belanja, sekali belanja 20 kg buah, paling banyak jambu air,
karena jambu air itu yang paling dominan di rujak ini, bikin tampilannya
makin cantik,"terangnya.(kalandaru)
No comments:
Post a Comment