Wednesday, May 23, 2012
Warkop dan Penggila Bola di Sepenggalah Malam
Saya tidak tahu di belahan dunia lain, Medan di malam hari menjadi milik para insomniac dan penggila bola. Berbagai warung pinggir jalan menyediakan televisi dan kopi. Tak tanggung-tanggung, televisinya pun sudah layar datar dan minimal 20 inci. Sebagian sudah berlangganan TV kabel.
Bagi mereka biaya pemasangan TV ini tak lagi mahal. Harga flat TV sudah semakin murah, berbekal uang Rp 3 juta saja sudah dapat TV bermerek lumayan. Langganan TV berbayar pun tak menguras kantong terlalu dalam, karena paket langganan TV kabel sekarang sudah ada yang Rp 50 ribu per bulan.
Di musim bola, warung-warung itu nyaris tak pernah sepi. Mulai warung skala besar yang berisi lima hingga 10 meja, sampai warung amigos (agak minggir got sedikit). Pemilik warung amigos biasanya akan menyimpan kursi-kursi dan meja plastik di pojok, khusus disiapkan saat pertandingan besar ditayangkan. Jelang partai final atau pertandingan dua klub papan atas, kursi-kursi itu mangambil separuh badan jalan raya.
Sehabis musim bola, warung berangsur surut. Tapi TV kabel tetap menyajikan siaran bola, meski hanya siaran tunda atau berbagai classic match yang disiarkan stasiun TV. Pengunjung warung tetap menikmatinya.
Saking gila bola, ada pemilik warung menamai warungnya dengan nama klub bola dan memasang bendera klub disamping papan namanya. Ada warung Liverpool, Arsenal, dan ada juga yang diklaim sebagai warungnya pencinta klub Barcelona.
Sayangnya, belum ada saya dengar warung PSMS (Persatuan Sepakbola Medan Sekitarnya). Tapi agaknya cukup bisa dimaklumi kalau nama PSMS itu tidak jadi pilihan. Prestasi PSMS sendiri masih jauh api dari panggang. Tak membanggakan. Mungkin butuh tiga, lima, sampai sepuluh tahun lagi nama itu akan bersinar di hati pemilik warung.
Sebentar lagi event bola dunia akan digelar. Malam di Medan tak akan senyap. Jalan-jalan akan semakin sempit, berbagi tempat dengan kursi penonton. Warung yang biasa tutup sore akan benderang hingga pagi. Di saat seperti ini, saya makin mencintai Medan.
Thursday, May 17, 2012
Martabak Berkuah Rempah asal Negeri Bollywood
MALAM - Pusat kuliner Pagayurung ini hanya buka di malam hari. Posisinya persis di tengah kota Medan, tidak jauh dari Sun Plaza.
Menurut cerita, pusat jajanan yang hanya buka saat matahari tenggelam ini (hiii kayak Dracula ya? Wkwkwk) sudah ada sejak era 1970-an. Para pedagangnya kebanyakan orang keturunan India. Dari cerita-cerita pula, para pedagang di tempat ini kebanyakan masih satu keluarga .
Lepas magrib (pukul 18.30-an), biasanya kesibukan di seruas jalan di belakang Kuil Shri Mariamman mulai berdenyut. Ada sekitar 30-an warung tenda yang bersiap melayani jelajah kuliner kita. Menunya beragam, mulai dari nasi goreng, sate kacang, sate padang, kwe tiau, roti cane, martabak india, nasi lemak, roti tisu, kerang rebus, hingga macam-macam jus segar.
Kalau sih, biasanya mampir ke tempat ini untuk beli martabak dan roti cane. Seperti awal cerita, martabak telur terbaik di Medan menurut saya adanya di tempat ini. Dari ujung ke ujung, semua martabak yang dijual di lokasi ini nikmat!
Gurihnya rempah adonan martabak dan lemaknya kuah kari kental, tak terlupakan. Sajian kuliner ala India ini disajikan di atas nampan piring aluminium, lengkap dengan irisan acar timun, bawang, dan cabai. Sangat India!!
DICOCOL KUAH KARI - Martabak di Pagaruyung, Kampung Madras, Medan sangat nikmat dinikmati dengan dicocol langsung ke kuah kari yang kental. Yummy!
Martabak ini memang dimasak langsung oleh koki berdarah Negeri Bollywood. Aroma rempah yang meruap dari kuah kari bersantan itu sangat khas dan tajam. Bikin nagih, makan sekali rasanya nggak nendang.
CANE - Roti cane atau di kota lain biasa disebut roti Maryam. Bisa dimakan dengan gula pasir atau ditemani kuah kari.
Sensasi paling menyenangkan saat memesan roti cane adalah melihat pembuatannya. Adonan tepung disiram di atas loyang pemanas bak martabak. Setelah dibolak-balik hingga matang, adonan bulat pipih yang cantik ini dilipat, lantas dicacah dan rusak dengan sodet. Bagian perusakan ini favorit saya. Alhasil serupa kue pie yang nyaris hancur ini ditaburi gula. Siap dinikmati. Gimana? Pengen nyoba? Datang segera ke Medan Bung! (*)
SEDERHANA - Pusat kuliner Pagaruyung sudah ada sejak era 1970-an. Meski legend, tapi kondisinya masih sederhana, tidak ada warung permanen dan semua sistem knock down. Mungkin ini pula faktor yang bikin harga makanan di tempat ini masih terjangkau. Padahal jika ditata dengan serius, lokasi ini bisa lebih yahud.
Plus
- Banyak menu makanan khas India yang masih bercitarasa asli Negeri Gangga
- Harga-harganya tergolong terjangkau
- Pedagang ramah, dan mau menjelaskan menu-menu yang mungkin asing di telinga
- Kebanyakan makanan halal karena dimasak oleh India muslim
Minus
- Banyak pengamen dan pengemis yang datang silih berganti
- Toilet terbatas dan agak jauh di ujung jalan
- Banyak nyamuk di kolong meja. Barangkali karena lokasi jualan yang dekat parit dan gelap
Wednesday, May 9, 2012
Segarnya Rujak Kolam Sri Deli Medan
"Rujaknya Dik.. Mari mampir,"
seru Murni, pedagang rujak kolam di Taman Kolam Sri Deli, menyeru pada
pengendara sepeda motor yang melintas pelan.
Pengendara melengos
melajukan kendaraan. Namun tak berapa lama, pengendara lain parkir di
depan warung Rujak Gumarang, milik Murni.
Murni pun beringsut
menaikki bangku di bawah stelling. Dengan cekatan perempuan 41 tahun itu
mencampurkan cabai, garam, adonan kacang tanah dan gula merah.
Suaminya, Budi, memotong-motong buah segar. Aroma nanas, jambu air,
timun, dan mangga meruap bercampur dengan legitnya gula merah yang
meleleh. Budi pun menambahkan cita rasa kedondong, jambu klutuk, pepaya,
dan bengkuang.
"Kalau selera, bisa ditambah pir atau belimbing," ujar
Budi.
Sekejap potongan buah itu dicampur ke dalam adonan bumbu
pekat berwarna
cokelat di atas penggilingan batu yang kokoh. Adonan buah dan bumbu
diletakkan di piring ditaburi taburan kacang yang digiling kasar.
Budi
meletakkan sendok plastik dan menusukkan lidi di atas olahan buah yang
dijualnya Rp 12 ribu per porsi itu.
"Satu yang paling khas dari
Rujak Kolam ini adalah campuran pisang batu pada bumbunya. Pisang ini
membuat bumbu menjadi lebih kental," ungkap pria yang sudah menjalankan
usahanya selama 15 tahun ini.
Pisang batu bukan hanya membuat
bumbu rujak menjadi kental, namun juga sarat manfaat bagi si pemakan
rujak.
"Pisang batu ini obat sakit perut, cocok bagi penyuka rujak yang
suka bermasalah dengan perut," ujar Budi.
Pisang batu, menurut
Murni, kini banyak digunakan penjaja rujak lainnya. "Beberapa tukang
rujak Aceh yang saya tahu juga sudah menggunakan pisang batu, adonan
bumbu rujak memang jadi beda dengan campuran pisang ini," tandasnya.
Budi
dan Murni adalah generasi kedua yang
meneruskan roda usaha rujak Padang atau terkenal dengan rujak kolam di
Taman Kolam Sri Deli. Keluarga Murni yang asli Padang adalah satu di
antara keluarga pedagang Rujak Kolam. Ternyata, rujak di Padang
pun tak seperti rujak kolam buatan Murni dan Budi.
"Rujak di sana tak
pakai pisang batu, tapi pakai ubi rambat, rasanya pun tak seenak rujak
di sini,"ujarnya.
Kunci kelezatan rujak kolam menurutnya ada pada
campuran gula dan kacang tanah. Resep ini dikatakan Murni dimiliki oleh
seluruh pedagang Rujak Kolam yang didominasi para pedagang yang saling
terikat hubungan keluarga.
"Yang membedakan itu olahan tangan, tergantung siapa yang menggiling bumbunya, lain tangan lain rasanya," imbuh Murni.
Rujak
Padang, dari manapun asalnya, sudah menjadi kebanggaan kuliner Medan.
Tak sedikit yang menyukainya. Murni dan Budi punya pelanggan tersendiri.
Hal ini yang membuat mereka tidak merasa terganggu dengan keberadaan
pedagang-pedagang yang
masih baru. "Kami punya pelanggan masing-masing," ujar Murni.
Dan
warung rujak berukuran sekitar 4 x 5 meter itu pun tak susut pendatang.
Murni dan Budi bergantian melayani konsumennya. Setiap hari warung itu
buka dari pukul 08.00 hingga pukul 00.00. "Jarang sunyi, pas hujan pun
banyak yang cari," ujar Murni.
Enggan menyebutkan omzet, Murni
hanya bertutur tentang kesibukkannya belanja stok buah. "Kadang mau juga
dua kali belanja, sekali belanja 20 kg buah, paling banyak jambu air,
karena jambu air itu yang paling dominan di rujak ini, bikin tampilannya
makin cantik,"terangnya.(kalandaru)
Simpang Sumber Padangbulan
HANYALAH pintu kecil masuk ke Kampus USU , namun jalan yang buruk dan sempit ini justru memiliki nama besar di banding pintu lain.Jelang jatuhnya Presiden Soeharto, warung kopi di seputaran Simpang Sumber jadi pusat para aktifis reformasi berdiskusi dan menyusun kekuatan.
Olympia Plaza
Pajak Ular: Teliti Sebelum Diulari!
foto:jejakjurnalis.blogspot.com |
PAJAK ULAR, itulah nama tempat perdagangan barang bekas di Jl Sutomo, simpang Jl Veteran, Medan ini. Namanya unik! Dan tentu saja sangat Medan banget. Pajak bagi orang Medan itu sebutan untuk Pasar, bukan pajak dalam artian cukai, atau setoran wajib untuk negara.
Jadi kalau kau lagi di Medan, dan ingin pergi ke pasar, cukup bilang ke tukang becak," Bang, ke Pajak Sambu," atau ,"Mamak mau pigi ke Pajak Simpang Limun! Jaga rumah baek-baek. Jangan biarkan adekmu ke pasar hitam!!".
Eit, apa pulak itu Pasar Hitam? Hihihi, nah orang Medan justru memakai kata "Pasar" untuk bilang jalan raya. Biasanya jalan beraspal, walau kadang dipakai juga untuk jalan kecil. Makin bingung?? Masalah kaulah itu. Hahahah.
Balek ke Pajak Ular. Inilah tempat jual beli barang bekas tertua di Medan. Seumuran sama Pajak Sambu yang jaraknya hanya sepelemparan batu.Tapi jangan dibayangkan, kau akan menemukan kios-kios atau los jualan seperti jamaknya pasar. Sebab di Pajak Ular, pedagang dan pembeli bertransaksi di trotoar/kaki lima.
Para pedagang biasanya membawa tas atau koper. Begitu datang langsung buka lapak sesukanya. Maka tak heran, jika hari ini kita bertemu Bang Lubis di depan lampu jalan yang strategis. Besoknya Bang Lubis karena terlambat dapat lapak di deket comberan yang bau busuk.
Barang-barang yang dijual di Pajak Ular sangat beragam, mulai dari prangko, koin-koin jadul, kaset lawas, piringan hitam, hape-hape rusak, sepatu rombeng, sampai teropong bintang. Tapi mohon dicatat baek-baek,semua barang itu kondisinya bekas bahkan cenderung nyampah di rumah. Tapi herannya, ada aja yang beli di tempat ini.
Kawasan Pajak Ular di Sambu ini di era 80-an hingga 90-an dikenal sebagai daerah bronx-nya Medan. Segala macam kriminal ada di sini. Mulai dari tukang copet, perampok hingga residivis yang bersiap cari mangsa. Begitu kesohornya, hingga sampai sekarang kalau ada yang ngaku-ngaku sebagai "Preman Sambu", orang Medan atau Sumut akan jeri.
Pajak Sambu sendiri merupakan gabungan tempat perdagangan dengan terminal. Konon, dulu di era 50-an semua bus dari luar kota yang masuk ke Medan pasti nurunin dan naikin penumpang di Pajak Sambu. Tapi kini terminal yang sekaligus pajak itu hanya melayani trayek-trayek dalam kota. Macam Sambu- Padangbulan, Sambu-Belawan, Sambu-Amplas, dan lain sebagainya. Sisa-sisa bronx-nya kawasan ini masih ada sampai sekarang. Contohnya: Tukang copet masih banyak berkeliaran . Waspada kalau sudah di lokasi ini.
Tak jauh dari Tugu Apollo (tugu yang mirip roket zaman NASA pertama ke luar angkasa) ada hotel-hotel tua. Salah satu yang terkenal Hotel Belinun Jaya.Sekarang hotel ini hanya jadi tempat transaksi seks para WTS tua, atau WTS-WTS yang sudah kalah bersaing dengan pendatang baru.
Di Pajak Ular, geliat kriminal juga ada. Barang-barang yang dijual misalnya, tidak semuanya barang baik-baik. Ada barang-barang panas, hasil curian. Penulis waktu masih aktif jadi wartawan unit Poltabes Medan, pernah ikut penggerebekan penampungan barang curian di Pajak Ular. Pencuri, pembeli dan penadah ketangkul (ketangkep) semua!.
Meski rawan kriminal, tapi herannya Pajak Ular selalu ramai dikunjungi masyarakat. Para pedagang mulai berjualan di tempat ini jelang Ashar hingga Magrib. Hanya beberapa jam, tapi tak pernah sepi.
Satu yang perlu dicamkan jika ingin jual beli di Pajak Ular, selalulah pandai-pandai menawar dan jeli mengamati barang yang ingin dibeli. Kalau lengah, alamat anda bisa diulari alias ditipu. Itulah sebabnya tempat ini dijuluki Pajak Ular. Tempat berkumpulnya para pedagang dan pembeli yang bisa saja sewaktu-waktu saling menipu (mengulari). Memang tidak semua pedagang mau menipu, tapi tetaplah waspada. Jangan begitu tiba di rumah, anda menyesal karena barang yang anda beli ternyata rongsokan tak berharga. Kalau sudah begitu orang Medan akan nimpali," Ah...udah diulari kau kawan!!!"(*)
PLUS
- Surganya barang bekas di Medan
- Jika pandai menawar dan jeli, bisa dapat barang bekas kondisi mantap berharga miring
- Lokasi di tengah kota, dan mudah dijangkau
MINUS
- Rawan kriminal, lengah dikit hilang dompet
- Jika tidak jeli, bisa beli barang "panas"
Flyover Amplas
foto: http://sectiocadaveris.wordpress.com/ |
MERUPAKAN jembatan layang (flyover) kedua yang dimiliki Kota Medan. Flyover ini terbukti berhasil mengurai kemacetan yang biasanya terjadi di persimpangan Amplas dan Patumbak. Meski jalur bawah masih sesekali tersendat saat jam sibuk, namun jalur flyover tujuan luar kota tetap lengang.
Jembatan layang ini memiliki panjang 1,45 Km. Mulai dibangun Juli 2007 dan diresmikan pengoperasiannya pada 14 September 2009. Pembangunan jembatan ini menelan biaya Rp 87 miliar.
Sun Plaza
PLAZA di Jl KH Zainul Arifin ini merupakan pioner plaza modern berdesain artistik di Medan. Tak hanya itu, Sun Plaza hadir mengusung konsep lebih segmented dan menyasar kalangan menengah atas
Monumen Kereta Api Medan
Oukup
MANDI uap tradisi masyarakat Karo ini mudah dijumpai di Kota Medan. Oukup diyakini dapat menyembuhkan beragam penyakit.Sauna di oukup menggunakan bahan-bahan tradisional dan alami yang sudah lama dikenal masyarakat Tanah Karo.
Asrama Haji Medan
ASRAMA Haji Medan di kawasan Pangkalan Mashur ini mulai dibangun tahun 1970. Bertujuan untuk menampung jamaah calon haji dari Sumut dan Aceh sebelum diterbangkan ke Tanah Suci.Selain mess, tempat ini memiliki masjid, aula, klinik, bank dan tempat penukaran uang riyal.
Subscribe to:
Posts (Atom)