Kota Medan mungkin bukan kota yang ramah bagi pejalan kaki seperti saya. Ratusan billboard yang menghiasi angkasa kota ini menanamkan pacak tiangnya membelah trotoar. Belum lagi pedagang kaki lima, ruko, dan mobil yang seenaknya makan pinggiran jalan.
Pun demikian, Medan masih bisa dinikmati. Trip dari Jalan Imam Bonjol, berbelok ke Jalan Kartini, menuju Jalan Sudirman lewat Jalan Cik Di Tiro, adalah rute favorit saya. Taman Hutan Kota di persimpangan Jalan Sudirman adalah tempat yang pas untuk sejenak melepas lelah sebelum menuju bagian kota yang lebih banyak macetnya, dan lebih sedikit pohonnya.
Jalan Sudirman menjadi tempat paling beradab di Medan. Pepohonan besar dan tinggi yang menaungi jalan ini memberi efek sejuk di tengah teriknya matahari. Pohon-pohon ini juga membingkai pemandangan Vihara Gunung Timur dan beberapa rumah peninggalan Belanda dari kejauhan. Sungai Deli melintas di kolong jembatan yang baru saja dipugar, kalau jalan ini sepi, lamat-lamat alirannya terdengar. Sebuah harmoni yang indah antara alam dan kota di tangan Tuhan.
Saya memang pecinta jalan kaki. Meski Medan panas, tapi saya harus berterima kasih pada kota yang kata orang tak lebih luas dari Jakarta Selatan ini.
Hiburan sepanjang jalan itu memang tak hanya sampai di mata saja. Di perjalanan saya dari Jalan Sisingamangaraja menuju Jalan S Parman yang saya lalui setiap hari, saya menemukan keramahan kecil dari warung gorengan di depan Masjid Raya, banyak jalan tembus yang ternyata lebih dekat dari naik angkutan umum, dan sebuah warung nasi lumayan enak serba Rp 3.500.
Dengan mudahnya, saya juga tahu di mana letak pengambilan barang jasa titipan kilat, bengkel khusus sepeda, masjid untuk etnis Madras, tukang jahit sepatu yang murah dan pemiliknya sangat ramah, serta semua tempat di sudut kota yang tak banyak orang tahu. Ssst.. semua itu hanya didapat dari jalan kaki. Hanya dengan berjalan kaki.
No comments:
Post a Comment