Wednesday, April 25, 2012

Kok Tong Bukan Sekadar Kopi

Yuen Yang Dingin dan segelas Air Jali 


Pisang goreng Kok Tong lengkap dengan selainya.

Kopi bukan hanya tentang rasa. Kopi bisa jadi candu yang mencairkan suasana. Seperti suasana saban siang di Kok Tong, warung kopi asli Siantar yang disulap menjadi kafe di Medan.

Meski terletak di dalam kota besar, Kok Tong tetap memunculkan sifat asli penikmat kopi di Siantar. Rasakan nikmatnya menikmati kopi bersama teman, sambil menghirup berbatang-batang rokok. Yang sendirian, tenggelam dalam laptop atau tablet di pojok ruangan tanpa asap rokok.

Kok Tong menyediakan beragam rasa kopi. Kopi asli yang biasa disebut Kopi O adalah kopi yang diolah sendiri di Siantar. Disajikan panas di dalam cangkir sedang bergambar cap Kok Tong.

Selain itu pengunjung bisa mencicipi beragam varian seperti kopi susu, cappuchino, atau Yuen Yang-sejenis paduan kopi, teh, dan susu. Tapi jangan berharap ada makanan berat di sini. Menyasar masyarakat yang senang bergaul, kafe dan warung Kok Tong hanya menyediakan makanan ringan seperti roti bakar dan pisang goreng.

Di Medan suasana Kok Tong berada di dalam ruangan berpendingin di dalam mall. Pengunjung duduk di kursi-kursi rotan sintetik, Kok Tong pun menyediakan bangku semisofa. Seperti kafe kopi pada umumnya di Medan, mungkin kafe ini biasa saja.

Agaknya yang membuatnya senantiasa ramai memang suasananya yang nyaman dan harganya yang relatif terjangkau. Keaslian kopi bercap Pematangsiantar itu adalah nilai jual berikutnya. Pengunjung bukan lagi orang asli Sumatera Utara yang datang untuk berkelakar dengan sesama, tapi juga para pemburu kopi yang mendengar nama Kok Tong di Jawa sana. 

Usai menikmati suasana di Medan, cobalah mencecap secangkir kopi ini di Siantar. Seperti bumi dan langit, Kok Tong di daerah asalnya tak lebih dari warung kopi di simpang jalan yang jadi tempat persinggahan tukang becak hingga pejabat, pengangguran sampai tokei sawit, PNS hingga jurnalis.

Tak ada yang istimewa dari deretan kursi plastik dan meja kayu di warung yang tak bernama itu. Brand Kok Tong justru tertempel di bawah meja kasir yang sama sekali tidak terlihat. Satu yang menyamakannya dengan cabang Kok Tong di Medan, mereka tetap menggunakan cangkir dengan cap yang sama.(*)

Sunday, April 8, 2012

Bubur Ayam Jakarta Rasa Medan

Saya heran, saya belum pernah menemukan bubur ayam enak di Medan. Makanan ini memang tidak populer. Beberapa kawan asli Medan sangat tidak menyukai bubur ayam. Banyak yang bilang rasanya seperti makanan orang sakit.

Wajar saja jarang ada yang suka bubur ayam. Taste bubur ayam di Medan memang kurang enak. Yang mengecewakan saya sebenarnya, beberapa penjual mencatut nama "Jakarta" atau "Cirebon" di papan nama kedai atau warungnya.

Sebagai orang yang lahir di Jakarta tiba-tiba saya ikutan merasa bersalah atas pencemaran nama itu. Nama "Jakarta" yang dicatut tidak seharum bubur ayam yang mereka masak. Kawan saya yang datang dari Jakarta sumpah serapah enggan datang lagi ke warung bubur ayam itu.

Kalau saja ada UU yang mengatur aturan bahan utama dan pendukung bubur ayam Jakarta, warung itu bakal kena gugat beberapa kali. Pertama, tekstur bubur terlalu encer dan hambar, tak ada bedanya makan bubur dan minum jus.

Kedua, ingridients atau bahan campuran bubur sangat menyalah. Bubur ayam Jakarta biasanya menggunakan kacang kedelai, suwiran daging ayam, cakwe, taburan seledri potong halus (jika suka), kecap asin, dan kerupuk kampung kadang ditambah emping.

Nah, bubur ayam "Jakarta" yang ada di sini lebih suka pakai kecap kental manis, yang otomatis membuat rasa bubur mirip dengan bubur buatan rumah sakit. Bubur juga ditambah telur rebus. Kreativitas yang sebenarnya tidak perlu, karena membuat rasanya justru semakin manis dan menimbulkan efek mual yang nggak diharapkan. Tapi ada fakta baru yang saya ketahui, ternyata warung bubur ini punya penggemar tersendiri. Waah..hebat.

Buat saya, sulit mencari bubur ayam di Medan yang enak. Taste Medan lebih pas untuk nasi gurih dan mie Aceh. Dan seperti yang saya duga, di Jakarta pun sangat sulit menemukan nasi gurih enak seperti di Medan. Lain kali saya akan cerita tentang rasa nasi gurih terenak yang pernah saya makan di sini.

Jalan-jalan Menikmati Medan

Kota Medan mungkin bukan kota yang ramah bagi pejalan kaki seperti saya. Ratusan billboard yang menghiasi angkasa kota ini menanamkan pacak tiangnya membelah trotoar. Belum lagi pedagang kaki lima, ruko, dan mobil yang seenaknya makan pinggiran jalan.
Pun demikian, Medan masih bisa dinikmati. Trip dari Jalan Imam Bonjol, berbelok ke Jalan Kartini, menuju Jalan Sudirman lewat Jalan Cik Di Tiro, adalah rute favorit saya. Taman Hutan Kota di persimpangan Jalan Sudirman adalah tempat yang pas untuk sejenak melepas lelah sebelum menuju bagian kota yang lebih banyak macetnya, dan lebih sedikit pohonnya.
Jalan Sudirman menjadi tempat paling beradab di Medan. Pepohonan besar dan tinggi yang menaungi jalan ini memberi efek sejuk di tengah teriknya matahari. Pohon-pohon ini juga membingkai pemandangan Vihara Gunung Timur dan beberapa rumah peninggalan Belanda dari kejauhan. Sungai Deli melintas di kolong jembatan yang baru saja dipugar, kalau jalan ini sepi, lamat-lamat alirannya terdengar. Sebuah harmoni yang indah antara alam dan kota di tangan Tuhan.
Saya memang pecinta jalan kaki. Meski Medan panas, tapi saya harus berterima kasih pada kota yang kata orang tak lebih luas dari Jakarta Selatan ini.
Hiburan sepanjang jalan itu memang tak hanya sampai di mata saja. Di perjalanan saya dari Jalan Sisingamangaraja menuju Jalan S Parman yang saya lalui setiap hari, saya menemukan keramahan kecil dari warung gorengan di depan Masjid Raya, banyak jalan tembus yang ternyata lebih dekat dari naik angkutan umum, dan sebuah warung nasi lumayan enak serba Rp 3.500.
Dengan mudahnya, saya juga tahu di mana letak pengambilan barang jasa titipan kilat, bengkel khusus sepeda, masjid untuk etnis Madras, tukang jahit sepatu yang murah dan pemiliknya sangat ramah, serta semua tempat di sudut kota yang tak banyak orang tahu. Ssst.. semua itu hanya didapat dari jalan kaki. Hanya dengan berjalan kaki.